Pencarian

KMB CARE IPARI: Menyapa Puhsarang, Menyatukan Moderasi di Desa Wisata Religi

Kediri (Inmas) – Di Desa Puhsarang, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri—sebuah desa wisata religi umat Katolik—moderasi beragama kembali mendapat ruang hidup melalui kegiatan Kampung Moderasi Beragama (KMB) Care “IPARI Menyapa, Moderasi Menyatu”. Dialog hangat di teras masjid yang berdampingan dengan balai desa dan berhadapan dengan rest area wisata kuliner, menjadi saksi tumbuhnya inspirasi dan persaudaraan.

“Selamat datang di Puhsarang,” sambut Achmad Rikza Z, Kepala Desa, ketika rombongan KMB Care tiba. Ketua PD IPARI, Dr. Alfiatu Solikah, langsung menimpali dengan senyum hangat, “Kami hadir bukan untuk menggurui, melainkan untuk mendengar dan berbagi. Penyuluh agama adalah sahabat masyarakat, kami ingin bersama menumbuhkan harmoni.”

Dalam suasana yang cair, Zaenal Arifin, penghulu Kecamatan Semen, mengajukan pertanyaan, “Kalau ada perbedaan pendapat di masyarakat, bagaimana biasanya diselesaikan?” Kepala Desa tersenyum tenang, lalu menjawab, “Di sini, kami selalu memilih duduk bersama. Perbedaan tidak membuat kami pecah, justru menjadi alasan untuk lebih mengenal satu sama lain.”

Dialog Pemuda: Menyemai Harapan, Menjawab Tantangan

Kepala KUA Semen, M. Fatoni, M.Pd.I., kemudian mengajak beberapa tokoh pemuda berbincang. “Bagaimana kalian menjaga harmoni di tengah keberagaman ini?” tanyanya.

Seorang pemuda desa menanggapi, “Kami sering berjumpa di lapangan bola, di warung kopi, dan kegiatan desa. Dari situ, kami belajar bahwa kebersamaan tumbuh bukan hanya di forum formal, tetapi dalam keseharian.”

Fatoni mengangguk. “Betul sekali. Justru dari hal-hal sederhana seperti saling sapa, saling menolong, dan menjaga silaturahmi lintas iman, harmoni besar bisa lahir.”

Kesaksian di Teras Ibadah

Dialog berlanjut di rumah ibadah. Di teras Masjid Al-Ittihad, Ali Anwar, ta’mir masjid, berbagi pandangan: “Kami di masjid merasa tenang, karena saudara-saudara dari gereja juga menjaga suasana. Masjid dan gereja berdiri berdampingan, tetapi kami tetap bersaudara.”

Tidak jauh dari situ, di Gereja Katolik Puhsarang, Yosep Marsuhan mengisahkan, “Umat Katolik di sini sudah terbiasa hidup berdampingan dengan umat Islam dan Kristen. Kalau ada masalah, kami bicarakan baik-baik, dengan hati yang dingin.”

Sementara itu, Sumiati dari Gereja Kristen Jawi Wetan menambahkan, “Kami sering saling membantu dalam kegiatan desa. Dari situlah rasa persaudaraan kami semakin kuat.”

Akhir yang Menguatkan

Kegiatan ditutup dengan foto bersama tim penyuluh dan Kemenag. Meski tanpa melibatkan tuan rumah, pesan yang tersisa begitu kuat: Moderasi beragama tidak hanya dipidatokan, tetapi dihidupi.

Kerukunan bukan sekadar wacana, tetapi praktik nyata dalam keseharian.

Dari Puhsarang, sebuah pesan menggema: perbedaan iman bukan jurang pemisah, melainkan jembatan untuk saling mengenal, saling menghargai, dan saling menguatkan.